“ Si..si…siapa
kau ?! “
Mata Iyubeni terbelalak, tubuhnya gemetaran
melihat sosok yang muncul tiba-tiba dihadapannya.
“ Tuanku, saya
adalah bagian dari takdirmu “
- * *
Sejak pertemuan
dengan lelaki tua berjubah putih malam itu, banyak hal aneh dialami Iyubeni. Ia
kerap mimpi buruk. Dalam mimpi, seolah kakeknya yang baru saja meninggal
seminggu lalu datang mengejarnya membawa batu akik hijau. Iyubeni menolak saat
beliau berniat memberikan akik tersebut. Begitu terus hingga tiga hari
berturut-turut. Sampai pada suatu sore badannya demam, menggigil hebat.
Teman-teman sekamarnya bingung. Dokter pondok sudah dipanggil tapi panas
Iyubeni tetap tak mau turun. Hanya saat Romo Kyai datang dan hendak membawanya
ke rumah sakit, seketika tubuhnya menjadi dingin.
Lelaki tua
berjubah putih itu sering muncul dan menunggui Iyubeni. Teman sekamarnya tak
pernah ada yang tahu. Bahkan menganggap anak paling badung di pesantren itu
sedang ngelindur, mengingat panasnya
yang baru turun.
“ Sebenarnya
siapa kau ? “
“ Saya adalah
hamba tuanku “
“ Hambaku ?Aih,
sudah jadi tuhan kecilkah aku ? “
“ Saya akan
tunduk dan mengabulkan apapun yang tuanku mau “
“ Semuanya ? “
“ Benar. Tapi
ada syaratnya “
“ Apa syaratnya
? “
“ Tuanku harus
bersedia membuat upacara jamasan tiap datang purnama “
“ Aku tak paham
“
“ Memandikan
akik tempat mendiang saya dengan bunga tujuh rupa dan darah ayam cemani “
“ Akik ? “
“ Akik hijau
dibawah bantal tuanku “
“ Astaga ! “
Iyubeni
melonjak. Jantungnya berdegup kencang. Gemetar tangannya menyentuh bantal, lalu
dibuka dan benar di bawahnya ada akik hijau. Mirip yang kakek berikan di mimpi!
Iyubeni
memandang benda sebesar kelereng itu dengan takut. Tiba-tiba lelaki tua itu
beringsut mengecil, berubah menjadi asap putih, dan masuk ke dalam akik itu
berupa kilatan cahaya. Iyubeni sontak menghindar, badannya kembali menggigil.
Lelaki itu keluar lagi dari akik tersebut dengan bentuk sama seperti
sebelumnya. Keringat membanjiri Iyubeni. Ia ketakutan. Ingin berteriak tapi tak
bisa. Sementara santri lain sedang mengaji shorof di masjid depan. Yang ada ia
hanya akan mendapat takzir karena kedapatan sembuh dan tidak langsung mengikuti
kajian.
“ Jangan bilang
kalau kau ?! “
“ Benar tuanku,
saya bersemayam di akik tersebut “
“ Bukankah itu
milik kakekku yang sudah meninggal ? “
“ Karena itulah
saya mencari keturunan ketujuh dari cucu beliau “
“ Astaga! Jadi
aku keturunan ketujuh ? “
“ Benar. Saya
adalah hamba tuanku sekarang “
“ Aih… “
Dahi Iyubeni
berkerut, alis tebalnya hampir menyatu. Matanya menyipit. Ia memutar otak. Lelaki
tua berjubah putih yang jenggotnya panjang sampai mata kaki itu terus saja
berdiri didepannya. Mungkin ia adalah khodam peninggalan kakek bersama akik
tersebut. Tapi kata ustad Salman, berhubungan dengan jin tidak diperbolehkan
oleh syara’. Hah, sejak kapan Iyubeni taat aturan. Badungnya timbul. Ia tak mau
menyia-nyiakan semua itu.
“ Tapi bagaimana
kau bisa masuk ke lingkungan pondok ? Ah, bisa saja tubuhmu terbakar ayat-ayat
Al Qur’an disini “
“ Tidak tuanku.
Apa bangsa jin tidak bisa membaca Al Qur’an ? bisa. Apa bangsa jin tidak bisa
sembahyang ? bisa. “
“ Lalu kenapa
kau minta jamasan dan darah ? Aih, apa kau sejenis drakula ? “
“ Bangsa jin,
bermarga tuanku “
“ Ah, sudah,
sudah, aku pusing “
“ Kalau tuanku
tidak percaya, silahkan lihat di balik pintu “
Iyubeni menurut
saja. Dengan gontai ia beringsut dari kasur dan berjalan menuju pintu. Begitu
gagang ditekan, pintu terbuka, Iyubeni berdiri kaku. Wajahnya pucat, tubuhnya
langsung lemas. Ia setengah sadar. Mulut dan gerakan badannya kelu. Bibirnya
gemetar, linglung. Keringat dingin mengucur deras. Ia jatuh terduduk ketakutan.
Lidahnya terasa kaku, apa yang dikatakannya tercekat ditenggorokkan. Pelan
Iyubeni menyebut asma Alloh seingatnya dengan lirih.
Seorang lelaki
muda bermuka pucat tergantung di depan pintu. Mata lelaki itu melotot dan
lidahnya terjulur. Tali dadung melilit lehernya erat hingga urat-urat ditubuh
yang sudah membiru terlihat hijau menyembul. Tak jauh dari lelaki itu didekat lonceng
ruang keamanan, Seorang gadis berdarah-darah dengan luka penuh sayatan di
sekujur tubuhnya berdiri mematung. Begitu pula diatas pohon mangga tampak
lelaki tinggi besar dan berambut lebat. Kukunya panjang. Mukanya mengerikan
seperti buta di pewayangan. Hitam kelam kulitnya. Iyubeni melirik ke kamar
mandi umum dekat kantin santri, Wanita berambut panjang, berbaju putih sedang
menimang bayi. Yang jelas mereka semua bukan orang!!
Iyubeni menutup
muka. Ia menangis. Lalu membanting pintu kembali. Langkahnya terseok-seok
mendekat kasur. Tapi hanya menjangkau lemari. Lelaki tua berjubah putih itu
menggeleng kepala.
“ Jangan takut
tuanku. Anda hanya belum siap dengan apa yang terjadi “
“ A..ada apa ini
sebenarnya ? kenapa banyak sekali setan ?! “
“ Itulah bukti
kami tak takut bersemayam disini “
“ Iya, iya aku
pernah dengar bangsa kalian ada yang sholat jama’ah di dalam masjid “
Lelaki itu
tersenyum. Sementara Iyubeni menenangkan diri. Wajahnya masih pucat. Sungguh
mengerikan! Karena akik itu, ia juga bisa melihat setan! Alamak!
Hari berganti.
Diam-diam ketika ia pulang liburan, ditepatkan tiap malam purnama. Melihat
slide penampakan juga sudah biasa. Iyubeni tak takut lagi. Ritual ia jalankan
sekalipun tahu hal itu syirik. Tak ada seorang pun tahu. Pelajaran banyak
tertinggal. Ngaji asal-asalan. Nilai yang kemarin sudah jeblok semakin jeblok.
Beberapa kali ia dipanggil keamanan, akhir-akhir ini sering membuat ricuh
kalangan pondok. Terakhir di takzir menggunduli rambut karena menghajar adik
tingkat. Iyubeni berubah menjadi anak temperamen. Malam itu ia dipanggil Ustad
Salman. Pengampunya.
Iyubeni masuk ke
ruang pengajar. Didalamnya Ustad sudah duduk bersila di karpet. Pandangannya
sejuk, senyum selalu tersungging diwajahnya yang bersinar.
“ Duduk kang “
“ syukron, tadz “
Sesekali Iyubeni
menjawab pertanyaan Ustad Salman yang terdengar basa basi. Akhirnya masuk juga
keakar permasalahan.
“ Kang, kita
disini untuk ngaji ilmu agama, bukan berurusan terus menerus dengan keamanan “
Iyubeni
menunduk. Ia tak berani menatap mata yang seteduh salju itu. Sungguh mirip es
batu.
“ Sebagai
pengampu saya turut prihatin dengan kelakuan akang akhir-akhir ini. Berkelahi,
telat diniyah, bolos sholat jama’ah, Ah, yang ini terlalu berat, nilai-nilai
yang saya dapat dari pengampu lain semakin sulit untuk ditolerir. Kalau dulu
masih lumayan karena dibantu hafalan akang, tapi sekarang untuk hafalan sendiri
juga banyak yang berantakan. Seperti
dhawuh Romo Kyai, jika tidak bisa memperbaiki nilai sebulan ini, bisa fatal
kang “
Iyubeni
mengangguk. Bingung. Takut. Bagaimana jika benar suatu saat ia akan
dikeluarkan. Apalagi jika seluruh pondok tahu ia berkawan dengan siapa.
“ Apa ada
masalah kang ? “
“ Ti..tidak, Ustad
“
“ Ya sudah,
silahkan kembali ke kamar. Sebentar lagi ada kajian sore bukan ? “
Iyubeni kembali
mengangguk. Ia tahu Ustad Salman bukan orang sembarangan. Dia ustad cerdas dan
bisa membaca masalah. Bisa gawat jika ia berlama-lama disana.
Melewati lorong
pondok ia bertemu Imron. Begitu juga Sa’id dan Yono. Mereka bersiap makan
siang.
“ Dari mana, Ben
? “ Imron bertanya dari kejauhan setengah berteriak.
“ Klarifikasi “
“ Ada masalah apalagi ? “
“ Wejangan cinta
A-Z dari ustad Salman “
Imron, Sa’id dan
Yono yang mendengarnya sontak tertawa.
“ Buat masalah
lagi ? “ Sa’id menimpali.
Iyubeni hanya
tersenyum.
“ Ben, mau
kemana ? kamu nggak makan ? “ sahut Yono.
“ Sudah makan
tadi. Aku ke kamar dulu ya “
Iyubeni berlari
kecil menaiki tangga. Ketiga kawan sekamarnya bengong. Sudah berminggu-minggu
ini Iyubeni terlihat jarang makan di kantin. Bagaimana bisa ia bilang kenyang.
Memang ada yang tak beres dengan anak itu. Lelaki berjubah putihlah yang selalu
menyiapkan makan apa saja permintaan Iyubeni tanpa sepengetahuan mereka.
Padahal tanpa disadari, Iyubeni hanya makan halusinasi. Ia seolah makan ayam
bakar, padahal tidak. Tak ayal badannya makin lama makin kurus. Penyakit
maaghnya juga sering kambuh.
Malam ini ada
kajian kitab Adabul’alim wal Muta’allim
langsung dari Romo Kyai. Ijin pulang baru bisa besok. Apalagi banyak keamanan
yang berseliweran mengecek para santri, tak ada yang berani melewatkan kajian
itu. Setelah sholat isya’, masjid mulai bejubelan para santri. Bertepatan
dengan jatuhnya purnama kali ini.
“ Ayo ke masjid,
Ben “ Yono mengajak.
“ Kalian duluan
saja. Nanti aku nyusul “
“ Ya sudah kalau
begitu “
Yono da Sa’id
keluar. Imron sendiri habis sholat isya’ masih disana mengaji kitab kuning.
Iyubeni bingung memikirkan cara melarikan diri. Beresiko tinggi. Menghadap ke
ruangan Kang Burhan –kepala keamanan paling santer galaknya- bagaikan mengetuk
pintu neraka. Takzir bolos kajian sebulan sekali dari Romo Kyai tidak
main-main.
Ia memanggil
lelaki berjubah itu lagi. Menyuruhnya untuk menggantikan sosoknya menghadiri
kajian. Khodam-khodam lain pun bermunculan. Iyubeni meringis. Kenapa tak ada
satupun khodam wanita bergaun seksi. Semuanya tua-tua berjenggot panjang. Salah
satu diantaranya menyamar menjadi Iyubeni.
“ Antarkan aku
ke rumah “
Lelaki berjubah
putih itu mengangguk. Secepat kedipan mata, tahu-tahu ia sampai di pekarangan
belakang rumah. Bunga dan darah ayam sudah disiapkan. Dilumurinya akik itu
hingga acara jamasan selesai.
“ Aku ingin
bicara denganmu “
“ Baik tuanku “
“ Aku tahu kau
begitu setia padaku, tapi kumohon setelah ini jangan mengikutiku lagi “
Sorot mata
lelaki berjubah itu menajam. Mengkilat bagai petir dan menakutkan. Terlihat ia
sangat marah. Cahaya putih yang selalu memudar dimana saja tempatnya berpijak,
berubah menjadi kobaran api merah yang menyala-nyala.
“ Tapi kenapa
tuan ? apakah ada dari permintaan yang tidak saya laksanakan dengan baik ? “
“ Tidak, kau
sudah melakukannya dengan amat baik. Mengajakku sholat jum’at di Makkah,
mengaji diatas air, kebal senjata tajam, jalan-jalan ke Washington DC.
Pelesir ke Singapura. Hanya saja.. “
“ Hanya saja apa
tuanku ? “
“ Akhir-akhir
ini banyak masalah di pondok. Aku tak ingin dikeluarkan, bisa malu bapak ibuku
nanti. Aku memang sudah badung dari sebelum bertemu denganmu. Tapi kehadiranmu
benar-benar merubah hidupku. Lebih baik, mulai saat ini kau cari tuanmu yang
baru dan jangan mengabdi lagi padaku. Aku capek. Capek sekali. Ustad Salman dan
Romo Kyai bukan orang biasa. Aku takut mereka tahu “
Mereka berdua
terdiam. Kemarahan lelaki berjubah itu sedikit mereda. Ia tampak sedih.
“ Tapi tuan,
pada siapa saya menghamba “
“ Kepada
Tuhanmu! Ah, bukankah jin dan manusia diciptakan untuk menyembah Tuhan ? “
“ Tapi… “
katanya makin memelas.
“ Begini saja,
jika kau masih ingin ikut denganku, kabulkanlah permintaanku kali ini “
“ Apa itu tuan ?
“ jawabnya sumringah. Seolah secercah harapan telah bangkit dari gundukan pasir
dan memancar keluar. Iyubeni menghela nafas sebentar. Lalu ia pandangi mata
lelaki itu lekat.
“ Tolong curikan
surga untukku! Biar aku tak usah capek-capek sholat, ngaji kesana-kemari hanya
untuk meminta pamrih Tuhan. Bukankah katamu kau bisa mengabulkan apa saja permintaanku
? “
Lelaki
berjubah itu kaget. Tak mungkin bisa ia lakukan itu. Jangankan mencuri, masuk
kedalamnya saja belum pernah. Mana mau Tuhan menampung sifat setan yang sudah
lama bersemayam dalam dirinya.
“
Bagaimana ? kau bisa ? “
Ia
menggeleng. Tiba-tiba dipeganginya dada, dan merintih kesakitan. Lelaki
berjubah itu berteriak-teriak histeris.
“
Hei, kau kenapa ? ada apa denganmu ? “
“
Saudaraku ditangkap. Kini sedang di tali dibawah pohon dekat masjid “
“
Hah ?! ditangkap ?! “
“
Iya, Romo Kyaimu yang menangkapnya “
“
Astaga! “
“
Tuan, baiklah saya akan pergi. Satu permintaanku tolong mintalah romo kyaimu
untuk melepaskannya. Selamat tinggal “
Wuussshhh…..
Angin
bertiup kencang. Rimbunan pohon bergerak. Lelaki berjubah itu terbang dibawa angin.
Nampan berisi akik itu Iyubeni tendang, terlempar, anehnya benda itu langsung menghilang.
Iyubeni menjerit sekerasnya.
“
Mampus aku, mampus! Bodohnya kusuruh khodam itu menggantikanku, Romo kyai pasti
sudah tahu semuanya! Hahh! “
Berangsur
tubuhnya melemah. Kekuatannya hilang. Antara sadar dan tidak ceramah Ustad
Salman merayap pelan terngiang kembali ditelinganya,
“
Seperti yang dikatakan Imam Al Ghazali bahwa jin itu akan memberikan sembilan
puluh sembilan kebaikan, tapi tujuannya satu, supaya kita kufur kepada Gusti
Alloh. Berhati-hatilah terhadap nikmat istidraj santri-santriku “
Iyubeni
membenarkan. Selama ini bukan karomah yang ia dapatkan. Tapi tipuan setan!
Secara nalar bagaimana ia bisa shalat jum’at ke Makkah padahal saat jam 12.00
waktu Indonesia, di Masjidil Haram baru pukul 08.00 pagi, lalu dibawa kemana ia
selama ini. Iyubeni makin terpuruk, halusinasi kenyangnya hilang. Berminggu-minggu
tak makan dan minum membuat tubuhnya bagai selembar kertas yang siap
diterbangkan. Ususnya serasa terlilit, Ia meringis kesakitan sambil terus
memegangi perut. Tiba-tiba dari mulutnya muncrat darah. Iyubeni roboh, terkulai
tak sadarkan diri di semak. Matanya tertutup. Entah apa yang selama ini telah dimakannya
juga, ia tak kan
pernah tahu.
“Sesungguhnya terkadang persangkaan iblis,
ini menjadi kenyataan. Sebagian besar umatmanusia mengikutinya, kecuali sedikit dari orang-orang yang beriman.
(QS. Saba : 20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar