Halaman

Sabtu, 24 Desember 2011

Diantara Khodam


“ Si..si…siapa kau ?! “
 Mata Iyubeni terbelalak, tubuhnya gemetaran melihat sosok yang muncul tiba-tiba dihadapannya.
“ Tuanku, saya adalah bagian dari takdirmu “
  • * *
Sejak pertemuan dengan lelaki tua berjubah putih malam itu, banyak hal aneh dialami Iyubeni. Ia kerap mimpi buruk. Dalam mimpi, seolah kakeknya yang baru saja meninggal seminggu lalu datang mengejarnya membawa batu akik hijau. Iyubeni menolak saat beliau berniat memberikan akik tersebut. Begitu terus hingga tiga hari berturut-turut. Sampai pada suatu sore badannya demam, menggigil hebat. Teman-teman sekamarnya bingung. Dokter pondok sudah dipanggil tapi panas Iyubeni tetap tak mau turun. Hanya saat Romo Kyai datang dan hendak membawanya ke rumah sakit, seketika tubuhnya menjadi dingin.
Lelaki tua berjubah putih itu sering muncul dan menunggui Iyubeni. Teman sekamarnya tak pernah ada yang tahu. Bahkan menganggap anak paling badung di pesantren itu sedang ngelindur, mengingat panasnya yang baru turun.

“ Sebenarnya siapa kau ? “
“ Saya adalah hamba tuanku “
“ Hambaku ?Aih, sudah jadi tuhan kecilkah aku ? “
“ Saya akan tunduk dan mengabulkan apapun yang tuanku mau “
“ Semuanya ? “
“ Benar. Tapi ada syaratnya “
“ Apa syaratnya ? “
“ Tuanku harus bersedia membuat upacara jamasan tiap datang purnama “
“ Aku tak paham “
“ Memandikan akik tempat mendiang saya dengan bunga tujuh rupa dan darah ayam cemani “
“ Akik ? “
“ Akik hijau dibawah bantal tuanku “
“ Astaga ! “

Iyubeni melonjak. Jantungnya berdegup kencang. Gemetar tangannya menyentuh bantal, lalu dibuka dan benar di bawahnya ada akik hijau. Mirip yang kakek berikan di mimpi!
Iyubeni memandang benda sebesar kelereng itu dengan takut. Tiba-tiba lelaki tua itu beringsut mengecil, berubah menjadi asap putih, dan masuk ke dalam akik itu berupa kilatan cahaya. Iyubeni sontak menghindar, badannya kembali menggigil. Lelaki itu keluar lagi dari akik tersebut dengan bentuk sama seperti sebelumnya. Keringat membanjiri Iyubeni. Ia ketakutan. Ingin berteriak tapi tak bisa. Sementara santri lain sedang mengaji shorof di masjid depan. Yang ada ia hanya akan mendapat takzir karena kedapatan sembuh dan tidak langsung mengikuti kajian. 

“ Jangan bilang kalau kau ?! “
“ Benar tuanku, saya bersemayam di akik tersebut “
“ Bukankah itu milik kakekku yang sudah meninggal ? “
“ Karena itulah saya mencari keturunan ketujuh dari cucu beliau “
“ Astaga! Jadi aku keturunan ketujuh ? “
“ Benar. Saya adalah hamba tuanku sekarang “
“ Aih… “

Dahi Iyubeni berkerut, alis tebalnya hampir menyatu. Matanya menyipit. Ia memutar otak. Lelaki tua berjubah putih yang jenggotnya panjang sampai mata kaki itu terus saja berdiri didepannya. Mungkin ia adalah khodam peninggalan kakek bersama akik tersebut. Tapi kata ustad Salman, berhubungan dengan jin tidak diperbolehkan oleh syara’. Hah, sejak kapan Iyubeni taat aturan. Badungnya timbul. Ia tak mau menyia-nyiakan semua itu.

“ Tapi bagaimana kau bisa masuk ke lingkungan pondok ? Ah, bisa saja tubuhmu terbakar ayat-ayat Al Qur’an disini “
“ Tidak tuanku. Apa bangsa jin tidak bisa membaca Al Qur’an ? bisa. Apa bangsa jin tidak bisa sembahyang ? bisa. “
“ Lalu kenapa kau minta jamasan dan darah ? Aih, apa kau sejenis drakula ? “
“ Bangsa jin, bermarga tuanku “
“ Ah, sudah, sudah, aku pusing “
“ Kalau tuanku tidak percaya, silahkan lihat di balik pintu “

Iyubeni menurut saja. Dengan gontai ia beringsut dari kasur dan berjalan menuju pintu. Begitu gagang ditekan, pintu terbuka, Iyubeni berdiri kaku. Wajahnya pucat, tubuhnya langsung lemas. Ia setengah sadar. Mulut dan gerakan badannya kelu. Bibirnya gemetar, linglung. Keringat dingin mengucur deras. Ia jatuh terduduk ketakutan. Lidahnya terasa kaku, apa yang dikatakannya tercekat ditenggorokkan. Pelan Iyubeni menyebut asma Alloh seingatnya dengan lirih. 

Seorang lelaki muda bermuka pucat tergantung di depan pintu. Mata lelaki itu melotot dan lidahnya terjulur. Tali dadung melilit lehernya erat hingga urat-urat ditubuh yang sudah membiru terlihat hijau menyembul. Tak jauh dari lelaki itu didekat lonceng ruang keamanan, Seorang gadis berdarah-darah dengan luka penuh sayatan di sekujur tubuhnya berdiri mematung. Begitu pula diatas pohon mangga tampak lelaki tinggi besar dan berambut lebat. Kukunya panjang. Mukanya mengerikan seperti buta di pewayangan. Hitam kelam kulitnya. Iyubeni melirik ke kamar mandi umum dekat kantin santri, Wanita berambut panjang, berbaju putih sedang menimang bayi. Yang jelas mereka semua bukan orang!! 

Iyubeni menutup muka. Ia menangis. Lalu membanting pintu kembali. Langkahnya terseok-seok mendekat kasur. Tapi hanya menjangkau lemari. Lelaki tua berjubah putih itu menggeleng kepala.

“ Jangan takut tuanku. Anda hanya belum siap dengan apa yang terjadi “
“ A..ada apa ini sebenarnya ? kenapa banyak sekali setan ?! “
“ Itulah bukti kami tak takut bersemayam disini “
“ Iya, iya aku pernah dengar bangsa kalian ada yang sholat jama’ah di dalam masjid “

Lelaki itu tersenyum. Sementara Iyubeni menenangkan diri. Wajahnya masih pucat. Sungguh mengerikan! Karena akik itu, ia juga bisa melihat setan! Alamak!
Hari berganti. Diam-diam ketika ia pulang liburan, ditepatkan tiap malam purnama. Melihat slide penampakan juga sudah biasa. Iyubeni tak takut lagi. Ritual ia jalankan sekalipun tahu hal itu syirik. Tak ada seorang pun tahu. Pelajaran banyak tertinggal. Ngaji asal-asalan. Nilai yang kemarin sudah jeblok semakin jeblok. Beberapa kali ia dipanggil keamanan, akhir-akhir ini sering membuat ricuh kalangan pondok. Terakhir di takzir menggunduli rambut karena menghajar adik tingkat. Iyubeni berubah menjadi anak temperamen. Malam itu ia dipanggil Ustad Salman. Pengampunya. 

Iyubeni masuk ke ruang pengajar. Didalamnya Ustad sudah duduk bersila di karpet. Pandangannya sejuk, senyum selalu tersungging diwajahnya yang bersinar.
“ Duduk kang “
syukron, tadz “
Sesekali Iyubeni menjawab pertanyaan Ustad Salman yang terdengar basa basi. Akhirnya masuk juga keakar permasalahan.
“ Kang, kita disini untuk ngaji ilmu agama, bukan berurusan terus menerus dengan keamanan “
Iyubeni menunduk. Ia tak berani menatap mata yang seteduh salju itu. Sungguh mirip es batu.

“ Sebagai pengampu saya turut prihatin dengan kelakuan akang akhir-akhir ini. Berkelahi, telat diniyah, bolos sholat jama’ah, Ah, yang ini terlalu berat, nilai-nilai yang saya dapat dari pengampu lain semakin sulit untuk ditolerir. Kalau dulu masih lumayan karena dibantu hafalan akang, tapi sekarang untuk hafalan sendiri juga banyak yang berantakan. Seperti dhawuh Romo Kyai, jika tidak bisa memperbaiki nilai sebulan ini, bisa fatal kang “
Iyubeni mengangguk. Bingung. Takut. Bagaimana jika benar suatu saat ia akan dikeluarkan. Apalagi jika seluruh pondok tahu ia berkawan dengan siapa.

“ Apa ada masalah kang ? “
“ Ti..tidak, Ustad “
“ Ya sudah, silahkan kembali ke kamar. Sebentar lagi ada kajian sore bukan ? “
Iyubeni kembali mengangguk. Ia tahu Ustad Salman bukan orang sembarangan. Dia ustad cerdas dan bisa membaca masalah. Bisa gawat jika ia berlama-lama disana.
Melewati lorong pondok ia bertemu Imron. Begitu juga Sa’id dan Yono. Mereka bersiap makan siang.

“ Dari mana, Ben ? “ Imron bertanya dari kejauhan setengah berteriak.
“ Klarifikasi “
“ Ada masalah apalagi ? “
“ Wejangan cinta A-Z dari ustad Salman “
Imron, Sa’id dan Yono yang mendengarnya sontak tertawa.
“ Buat masalah lagi ? “ Sa’id menimpali.
Iyubeni hanya tersenyum.
“ Ben, mau kemana ? kamu nggak makan ? “ sahut Yono.
“ Sudah makan tadi. Aku ke kamar dulu ya “

Iyubeni berlari kecil menaiki tangga. Ketiga kawan sekamarnya bengong. Sudah berminggu-minggu ini Iyubeni terlihat jarang makan di kantin. Bagaimana bisa ia bilang kenyang. Memang ada yang tak beres dengan anak itu. Lelaki berjubah putihlah yang selalu menyiapkan makan apa saja permintaan Iyubeni tanpa sepengetahuan mereka. Padahal tanpa disadari, Iyubeni hanya makan halusinasi. Ia seolah makan ayam bakar, padahal tidak. Tak ayal badannya makin lama makin kurus. Penyakit maaghnya juga sering kambuh.

Malam ini ada kajian kitab Adabul’alim wal Muta’allim langsung dari Romo Kyai. Ijin pulang baru bisa besok. Apalagi banyak keamanan yang berseliweran mengecek para santri, tak ada yang berani melewatkan kajian itu. Setelah sholat isya’, masjid mulai bejubelan para santri. Bertepatan dengan jatuhnya purnama kali ini.
“ Ayo ke masjid, Ben “ Yono mengajak.
“ Kalian duluan saja. Nanti aku nyusul “
“ Ya sudah kalau begitu “

Yono da Sa’id keluar. Imron sendiri habis sholat isya’ masih disana mengaji kitab kuning. Iyubeni bingung memikirkan cara melarikan diri. Beresiko tinggi. Menghadap ke ruangan Kang Burhan –kepala keamanan paling santer galaknya- bagaikan mengetuk pintu neraka. Takzir bolos kajian sebulan sekali dari Romo Kyai tidak main-main. 

Ia memanggil lelaki berjubah itu lagi. Menyuruhnya untuk menggantikan sosoknya menghadiri kajian. Khodam-khodam lain pun bermunculan. Iyubeni meringis. Kenapa tak ada satupun khodam wanita bergaun seksi. Semuanya tua-tua berjenggot panjang. Salah satu diantaranya menyamar menjadi Iyubeni. 

“ Antarkan aku ke rumah “
Lelaki berjubah putih itu mengangguk. Secepat kedipan mata, tahu-tahu ia sampai di pekarangan belakang rumah. Bunga dan darah ayam sudah disiapkan. Dilumurinya akik itu hingga acara jamasan selesai. 

“ Aku ingin bicara denganmu “
“ Baik tuanku “
“ Aku tahu kau begitu setia padaku, tapi kumohon setelah ini jangan mengikutiku lagi “
Sorot mata lelaki berjubah itu menajam. Mengkilat bagai petir dan menakutkan. Terlihat ia sangat marah. Cahaya putih yang selalu memudar dimana saja tempatnya berpijak, berubah menjadi kobaran api merah yang menyala-nyala.
“ Tapi kenapa tuan ? apakah ada dari permintaan yang tidak saya laksanakan dengan baik ? “
“ Tidak, kau sudah melakukannya dengan amat baik. Mengajakku sholat jum’at di Makkah, mengaji diatas air, kebal senjata tajam, jalan-jalan ke Washington DC. Pelesir ke Singapura. Hanya saja.. “
“ Hanya saja apa tuanku ? “

“ Akhir-akhir ini banyak masalah di pondok. Aku tak ingin dikeluarkan, bisa malu bapak ibuku nanti. Aku memang sudah badung dari sebelum bertemu denganmu. Tapi kehadiranmu benar-benar merubah hidupku. Lebih baik, mulai saat ini kau cari tuanmu yang baru dan jangan mengabdi lagi padaku. Aku capek. Capek sekali. Ustad Salman dan Romo Kyai bukan orang biasa. Aku takut mereka tahu “
Mereka berdua terdiam. Kemarahan lelaki berjubah itu sedikit mereda. Ia tampak sedih.

“ Tapi tuan, pada siapa saya menghamba “
“ Kepada Tuhanmu! Ah, bukankah jin dan manusia diciptakan untuk menyembah Tuhan ? “
“ Tapi… “ katanya makin memelas.
“ Begini saja, jika kau masih ingin ikut denganku, kabulkanlah permintaanku kali ini “
“ Apa itu tuan ? “ jawabnya sumringah. Seolah secercah harapan telah bangkit dari gundukan pasir dan memancar keluar. Iyubeni menghela nafas sebentar. Lalu ia pandangi mata lelaki itu lekat.

“ Tolong curikan surga untukku! Biar aku tak usah capek-capek sholat, ngaji kesana-kemari hanya untuk meminta pamrih Tuhan. Bukankah katamu kau bisa mengabulkan apa saja permintaanku ? “
Lelaki berjubah itu kaget. Tak mungkin bisa ia lakukan itu. Jangankan mencuri, masuk kedalamnya saja belum pernah. Mana mau Tuhan menampung sifat setan yang sudah lama bersemayam dalam dirinya.

“ Bagaimana ? kau bisa ? “
Ia menggeleng. Tiba-tiba dipeganginya dada, dan merintih kesakitan. Lelaki berjubah itu berteriak-teriak histeris. 

“ Hei, kau kenapa ? ada apa denganmu ? “
“ Saudaraku ditangkap. Kini sedang di tali dibawah pohon dekat masjid “
“ Hah ?! ditangkap ?! “
“ Iya, Romo Kyaimu yang menangkapnya “
“ Astaga! “
“ Tuan, baiklah saya akan pergi. Satu permintaanku tolong mintalah romo kyaimu untuk melepaskannya. Selamat tinggal “

Wuussshhh…..
Angin bertiup kencang. Rimbunan pohon bergerak. Lelaki berjubah itu terbang dibawa angin. Nampan berisi akik itu Iyubeni tendang, terlempar, anehnya benda itu langsung menghilang. Iyubeni menjerit sekerasnya. 


“ Mampus aku, mampus! Bodohnya kusuruh khodam itu menggantikanku, Romo kyai pasti sudah tahu semuanya! Hahh! “
Berangsur tubuhnya melemah. Kekuatannya hilang. Antara sadar dan tidak ceramah Ustad Salman merayap pelan terngiang kembali ditelinganya, 

“ Seperti yang dikatakan Imam Al Ghazali bahwa jin itu akan memberikan sembilan puluh sembilan kebaikan, tapi tujuannya satu, supaya kita kufur kepada Gusti Alloh. Berhati-hatilah terhadap nikmat istidraj santri-santriku “

Iyubeni membenarkan. Selama ini bukan karomah yang ia dapatkan. Tapi tipuan setan! Secara nalar bagaimana ia bisa shalat jum’at ke Makkah padahal saat jam 12.00 waktu Indonesia, di Masjidil Haram baru pukul 08.00 pagi, lalu dibawa kemana ia selama ini. Iyubeni makin terpuruk, halusinasi kenyangnya hilang. Berminggu-minggu tak makan dan minum membuat tubuhnya bagai selembar kertas yang siap diterbangkan. Ususnya serasa terlilit, Ia meringis kesakitan sambil terus memegangi perut. Tiba-tiba dari mulutnya muncrat darah. Iyubeni roboh, terkulai tak sadarkan diri di semak. Matanya tertutup. Entah apa yang selama ini telah dimakannya juga, ia tak kan pernah tahu.

“Sesungguhnya terkadang persangkaan iblis, ini menjadi kenyataan. Sebagian besar umatmanusia mengikutinya, kecuali sedikit dari orang-orang yang beriman. (QS. Saba : 20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar